Semua pertanyaan itu akan coba gue jawab di tulisan gue kali ini.
Tapi sebelumnya, gue ingin menjelaskan dulu seberapa penting posisi kita serta seberapa besar potensi yang kita miliki dilihat dari kedudukan kita yang merupakan bagian dari Fakultas Geografi UGM.
Fakultas Georgafi adalah satu dari 18 fakultas yang ada di Universitas Gadjah Mada. Dan UGM, merupakan universitas tertua di Indonesia, yang didirikan dengan tujuan mulia, agar semua rakyat Indonesia bisa mendapatkan pendidikan tinggi yang lebih baik. Soekarno, presiden pertama Republik Indonesia, saat meresmikan universitas ini pun memberikan pesan bahwa universitas ini harus tetap menjadi kampus kerakyatan, dan tetap membumi.
Kita tidak usah dulu bertanya-tanya : lalu apakah sekarang kampus ini masih tetap menjadi kampus kerakyatan?
JANGAN DULU, karena bukan itu fokus dari tulisan kali ini.
Gue mau membuka mata teman-teman semua, bahwa kita saat ini sedang menuntut ilmu di sebuah universitas yang luar biasa. Di Indonesia, UGM dijadikan sebuah patokan oleh yang lain untuk contoh pendidikan tinggi yang baik. Bahkan beberapa kali kita dijadikan sebagai universitas nomor 1 di Indonesia.
Bukannya mau sombong atau arogan. ENGGAK!
Tapi emang realitanya seperti itu.
Coba teman-teman pikirkan. Di universitas mana lagi di Indonesia, apabila ada mahasiswanya yang menjadi juara atau finalis di kompetisi-kompetisi nasional bahkan internasional, tapi tidak disanjung-sanjung atau “didewakan” secara berlebihan oleh lingkungannya?
Yaa di UGM sob!
Mungkin pujian akan tetap diberikan, tapi itu hanya diawal-awalnya saja. Setelah itu, selesai sudah.
Contoh nyatanya, teman saya, Haviz (GEL 09) merupakan orang yang membawa tim PKM-nya tembus PIMNAS 2011 di Makassar. Walaupun tidak berhasil merebut satupun medali disana, tapi setidaknya ia ikut berpartisipasi untuk UGM meraih Juara Umum di PIMNAS tersebut. Sebuah prestasi yang patut dibanggakan bukan?
Tapi kenyataannya, sekembalinya ia dari Makassar, statusnya sebagai finalis PIMNAS tidak terlalu berpengaruh di kesehariannya. Dia tetap saja dijadikan bahan ejekan oleh teman-teman yang lain, seperti biasanya sebelum ia lolos PIMNAS. Teman-teman masih lebih melihat dia sebagai “seseorang yang cuma bisa berwacana” dibandingkan “seseorang yang menjadi finalis PIMNAS 2011”.
Mengenaskan.
Contoh percakapan yang pernah terjadi di kehidupan sehari-hari (True Story):
(latar belakang : sedang kumpul-kumpul dan ngobrol-ngobrol ngece Haviz)
Teman-temen : HAHAHAHA..! (ngetawain Haviz)
Haviz : Heh kowe ngopo tho do ngece aku? Aku cah pimnas lhoooo..!
Seorang teman : Kowe cah pimnas Viz? Lha njug ngopooo.??
Teman-teman : HAHAHAHHA..! (ngetawain Haviz lagi, kali ini makin keras)
Kejam.
Hidup itu pahit jendral!
Prestasi itu, yang walaupun membanggakan memang, tapi ternyata dianggap tidak terlalu luar biasa oleh teman-teman yang lain.
Bukannya mau mengkerdilkan prestasinya, tetapi bagi kami, hal itu memang lumrah. Itu adalah prestasi yang sering didapatkan oleh mahasiswa UGM.
Tidak terlalu “wah”.
Sesuatu yang wajar dan memang seharusnya begitulah adanya.
* * *
(insya Allah berlanjut) :D
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Sampai disini, ada tanggapan? ;)